Banyuwangi merupakan ibukota kabupaten dengan nama yang sama; terletak di ujung paling timur Pulau Jawa. Jarak ke pulau tetangga Bali hanya sekitar setengah jam perjalanan dengan feri. Banyak dari lalu lintas manusia dan barang yang berlangsung antara Jawa dan Bali dilakukan melalui pelabuhan Ketapang yang terletak hanya 10 km sebelah utara dari kota Banyuwangi.
Banyuwangi sejak masa lalu merupakan salah satu wilayah perlintasan multikultur yang dihuni beragam etnik. Komunitas etnik Using di Banyuwangi, yang dianggap sebagai pewaris kerajaan Blambangan masa lalu, merupakan elemen penting dalam membentuk identitas kota Banyuwangi masa kini. Seni, tradisi dan kebudayaan Using lebih banyak tersebar di sejumlah desa yang mengelilingi ibukota kabupaten.
Istilah Osing merupkan istilah untuk menyebut suatu kelompok etnis dan bahasa lokal asli Banyuwangi, pertama kali ditemukan dalam tulisan Lekkerkerker mengenai latar historis ujung timur PuIau Jawa yang terbit pada tahun 1923. Dalam deskripsinya mengenai mereka yang disebut 'orang Using' (Oesingers), Lekkerkerker memberi catatan bahwa watak, bahasa, dan adat masyarakat Using sangatlah berbeda dengan orang Jawa lainnya (Lekkerkerker, 1923: 1031).
Keberadaan suku Osing di Banyuwangi merupakan suatu keunggulan komparatif yang tidak dimiliki daerah lain. Karena bahasa dan kebudayaan yang berbeda dari orang jawa pada umumnya. Keunikan bahasa yang dimiliki oleh suku Osing telah bersumbangsih terhadap lahirnya banyak seniman handal asli Banyuwangi dalam bidang tarik suara. Sementara tari gandrung sebagai kebudayaan asli Banyuwangi telah dipentaskan di beberapa negara lain.
Pariwisata pada satu sisi dianggap mampu mengangkat identitas budaya lokal ke tingkat global dan menjadi motif pelestarian nilai-nilai lokal. Pola ini merupakan bagian dari politik lokalitas yang diprakarsai oleh birokrasi, elit tradisi dan budayawan Banyuwangi. Dengan demikian, budaya sebagai komoditi, terutama dalam konteks pariwisata, adalah suatu upaya penjualan budaya dalam pasar dengan tujuan pariwisata yang mempunyai hubungan oposisi biner kuasa kapitalisme-budaya.
Wajah Banyuwagni masa kini merupakan kabupaten dengan budaya yang masih lestari namun juga mendunia dengan beragam pariwisata yang ditawarkan. Bali mungkin dijadikan panutan dalam membangun pariwisata Banyuwangi. Akan tetapi tanpa menambahkan budaya asing ke dalam khidupan sosial masyarakatnya. Menarik bukan, jadi tunggu apalagi? Mari berkunjung ke Banyuwangi.
Komentar
Posting Komentar